BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Segala
kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari yang namanya sejarah. Sejarah
merupakan segala peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah terjadi
yang dapat memberikan segala manfaat bagi kehidupan manusia baik itu menjadi
sumber inspirasi, edukatif, maupun sebagai sumber rekreatif bagi setiap
manusia. Khususnya sejarah mengenai peradaban Islam.
Sejarah
mengenai peradaban Islam ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi para
umat Islam di dunia. Di mana melalui sejarah peradaban Islam terdapat berbagai
cerita atau kronologi mengenai peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan agama
Islam baik itu pada zaman Rasulullah, pada masa Khulafaurrasyidin, atau setelah
para sahabat meninggal dunia.
Salah
satu yang dikaji dalam sejarah peradaban Islam ialah mengenai kerajaan-kerajaan
yang berdiri sepeninggalan Rasulullah dan para sahabatnya, diantara
kerajaan-kerajaan tersebut adalah kerajaan Turki Usmani yang berdiri selama
kurang lebih 7 abad lamanya. Kerajaan Turki Usmani dipimpin oleh banyak
khalifah karena kerajaan ini berdiri dalam waktu yang lama. Banyak
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kerajaan Turki Usmani, baik
itu mengenai konflik intern, ekstern, mengenai kejayaan-kejayaan yang
diperoleh, para pemimpinnya, faktor penyebab kemundurannya dan sebagainya.
Sehingga perlu mempelajari mengenai Kerajaan Turki Usmani.
Hal
inilah yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini untuk mengkaji lebih dalam
mengenai kerajaan Turki Usmani, baik itu mengenai latar belakang kemunculannya,
para pemimpinnya, kejayaan yang diperoleh serta faktor-faktor yang menyebabkan
keruntuhannya.
B. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui sejarah berdirinya kerajaan
Usmani
2. Untuk
mengetahui Sultan-sultan yang berkuasa pada masa Dinasti Usmani
3. Untuk
mengetahui peradaban Islam di Turki
4. Untuk
mengetahui penyebab kemunduran dari Dinasti Turki Usmani
C. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
1. Bagaimana
sejarah berdirinya kerajaan Usmani?
2. Siapa-siapa
sajakah Sultan-sultan yang berkuasa pada masa Dinasti Usmani?
3. Bagaimana
peradaban Islam di Turki?
4. Apakah
penyebab kemunduran dari Dinasti Turki Usmani?
BAB
II
PEMBAHASAN
Dinasti
Turki Usmani merupakan kekhalifaan yang cukup besar dalam Islam dan memiliki
pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan
Eropa. Bangsa Turki memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan
peradaban Islam.[1]
Munculnya
dinasti Usmani di Turki terjadi pada saat dunia Islam mengalami fragmentasi
kekuasaan pada periode kedua dari pemerintahan Abbasiyah (kira-kira abad ke-9).
Sebelum itu, sekalipun telah ada kekuasaan bani Umayyah di Andalusia (755-1031
M) dan Bani Idris di bagian barat Afrika Utara (788-974 M), fregmentasi itu
semakin menjadi pada sejak abad ke-9 M. Pada abad itu muncul berbagai dinasti
seperti Aghlab, di Kairawan (800-909 M), Bani Thulun di Mesir (858-905 M), Bani
Saman di Bukhara (874-1001 M) dan Bani Buwaih di Baghdad dan Syiraz (932-1000
M). Kerajaan Usmani berkuasa secara meluas di Asia kecil sejak munculnya
pembina dinasti ini yaitu Ottoman, pada tahun 1306 M. Golongan Ottoman
mengambil nama mereka dari Usman I (1290-1326 M), pendiri kerajaan ini dan
keturunannya berkuasa sampai 1922. Di antara negara muslim, Turki Usmani yang
dapat mendirikan kerajaan yang paling besar serta paling lama berkuasa. Pada
masa Sultan Usman, orang Turki bukan merebut negara-negara Arab, tetapi juga
seluruh daerah anatara Kaukasus dan kota Wina. Dari Istanbul, ibu kota kerajaan
itu, mereka menguasai daerah-daerah di sekitar laut tengah dan berabad-abad
lamanya Turki merupakan faktor penting dalam perhitungan ahli-ahli politik di
Eropa Barat. Dinasti Turki Usmani merupakan kekhalifaan Islam yang mempunyai
pengaruh besar dalam peradaban di dunia Islam.[2]
A. Sejarah
Berdirinya Kerajaan Usmani
Kerajaan
Turki Usmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang berasal dari wilayah
Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang umat
Islam, pemimpin suku kayi, Sulaiman Syah, mengajak anggota sukunya untuk
menghindari serbuan bangsa Mongol tersbut dan lari ke arah barat. Bangsa Mongol
itu mulai menyerang dan menaklukan wilayah Islam yang berada di bawah kekuasaan
dinasti Khwarazm Syah tahun 1219-1220 M. Sulaiman Syah meminta perlindungan
kepada Jalal Ad-Din, pemimpin terakhir dinasti Khwarazm Syah tersebut di
Transoksania, sebelum dikalahkan oleh assukan Mongol. Jalal ad-Din memberi
jalan agar Sulaiman pergi ke Barat ke arah Asia kecil, dan di sanalah mereke
menetap. Sulaiman ingin pindah lagi ke wilayah Syam setelah ancaman Mongol
reda. Dalam usahanya pindah ke negri Syam tersebut, pemimpin orang-orang Turki
tersebut hanyut di suangi Euphrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar,
tahun 1228.[3]
Mereka
akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya,
dan yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia Kecil. Kelompok kedua
itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh Erthogrol (Arthogrol), anak
Sulaiman. Mereka akhirnya menghambkan dirinya kepada Sultan Ala ad-Din II dari
Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil. [4]
Di
sana di bawah pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada Sultan Seljuk
yang sedang berperang melawan Bizanthium.[5]
Pada waktu itu bangsa Saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang Turki
imigran tadi melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai kekeuasaan
kemaharajaan Romawi Timur (Bizantium). Dengan adanya tambahan pasukan baru dari
saudara sebangsanya itu pasukan Saljuq menang atas Romawi. Sultan gembira
dengan kemenangan tersebut dan memberi hadiah kepada Erthogrol wilayah yang
berbatasan dengan Bizantum. Dengan senang hati Erthogrol membangun tanah
perdikan itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut dan merongrong
wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogud sebagai pusat kekuasaannya. Diansti
Saljuk Rum sendiri sedang surut pada saat itu. Dinasti tersebut telah berkuasa
di Anatholia bagian tengah kurang lebih dua ratus tahun lamanya, sejak tahun
1077 hingga tahun 1300.
Erthogrol
mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang diperkirakan lahir tahun 1258.
Nama Ustman itulah yang diambil sebagai nama untuk kerajaan Turki Usmani.
Erthogrol meninggal tahun 1280. Usman ditunjuk untuk menggantikan kedudukan
ayahnya sebagai pemimpin suku bangsa Turki atas persetujuan Sultan Saljuq, yang
merasa gembira karena pemimpin baru itu dapat meneruskan kepemimpinan
pendahulunya. Sultan banyak memberikan hak istimewa kepada Usman dan
mengangkatnya menjadi gubernur dengan gelar bey di belakang namanya. Usman juga
diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri dan didoakan dalam khutbah jum’at.
Namun demikian, sebagian ahli menyebutkan bahwa Usman adalah anak Sauji. Sauji
itulah anak Erthogrol, sehingga Usman adalah cucunya, bukan anaknya. Sauji
telah meniggal sebelum ayahnya meninggal. Ia meninggal dalam perjalanan pulang
sehabis memohon kepada Sultan Saljuq atas perintah ayahnya Erthogrol untuk
tinggal menetap di wilayahnya. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan makanya
Erthogrol ketika menerima berita ini sedih bercampur gembira. Sedih karena
anaknya meninggal dan gembira karena permohonannya untuk menettap di wilayah
Saljuq itu dikabulkan oleh Sultan.[6]
Ketika
Erthogrol meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinan dilanjutkan oleh Usman.
Usman inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajan Usmani. Usman memerintah
antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada
Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizanthium
yang berdekatan dengamn kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol
menyerang kerajaan Seljuq Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan
kecil. Usmanpun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang
didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usman dinyatakan berdiri. Penguasa
pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I.[7]
B. Sultan
Turki Usmani
Raja-raja Turki
Usmani bergelar Sultan dan Khalifah sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan
duniawi dan khalifah berkuasa di bidang agama atau spiritual. Mereka
mendapatkan kekuasaan secara turun-temurun, tetapi tidak harus putra pertama
yang menjadi pengganti sultan terdahulu. Ada kalanya putra kedua atau putra
ketiga dan menggantikan sultan. Dalam perkembangan selanjutnya pergantian
kekuasaan itu juga diserahkan kepada saudara sultan bukan kepada anaknya.
Dengan sistem pergantian kekuasaan yang demikian itu sering timbul perebutan
kekuasaan yang tidak jarang menjadi ajang pertempuran antara satu pangeran
dengan pangeran yang lalinnya, yang mengakibatkan lemahnya kekuasaa Usmaniyyah.
sejak zaman Usman hingga Sulaiman yang agung dapat dikatakan bahwa para
sultannya terdiri dari orang-orang yang kuat, dapat mengembangkan kerajaannya
hingga ke Eropa dan ke Amerika.
Di masa Sulaiman
yang bergelar juga al-Qanuni itulah Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya.
Setelah masa itu para sultannya dalam keadaan lemah, ditambah lagi dengan banyaknya
serangan balik dari negeri-negeri Eropa yang sudah merasa kuat. Akhirnya para
penguasa Usman tidak dapat lagi mempertahankan kerajaanya yang luas itu dan
hilanglah kekuasaannya tahun 1924 ketika Mustafa Kemal Attaturk menghapuskan
khalifah untuk selama-lamanya di bumi Turki dan bergantilah negeri itu menjadi
Republik hingga kini.[8]
Dalam sekian
lama kekuasaannya sekitar 165 tahun berkuasa tidak kurang dari tiga puluh
delapan sultan, yang sejarah kekuasaan mereka bisa di bagi menjadi lima periode.
1. Periode
pertama
Periode
ini dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran
sementara oleh serangan Timur. Sultan-sultannya adalah sebagai berikut:[9]
a. Usman
I 1299-1326
b. Orkhan
(putera Usman I) 1326-1359
c. Murad
((putera Orkhan) 1359-1389
d. Bayazid
I Yildirim (Putera Murad) 1389-1402
S ebagaimana
telah disebutkan di atas, Usman mendapatkan kekuasaannya setelah meningglanya
Sultan Saljuq Rum, Ala ad-Din II. Kerajaannya diperkuat dengan menambah
wilayah-wilayah yang dirampasnya dari Bizanthium. Untuk negeri-negeri yang
belum ditaklukan di wilayah Asia Kecil, Usman mengirim surat kepada mereka
untuk memilih dari tiga piliha, yakni tunduk dan memeluk agama islam, membayar
jizyah, atau diperangi. Banyak dari mereka yang tunduk dan memeluk agama islam,
sebagian yang lain mau membayar jizyah, tetapi ada pula yang menentang dan
bersekutu dengan tentara Tartar untuk melawannya. Usman pun tidak gentar
menghadapinya, disiapkan pasukan pilihan untuk melawan sekutu Tartar yang
akhirnya dapat dikalahkannya.[10]
Setelah Usman I mengumumkan dirinya
sebagai Padisyah Al-Usman (raja besar
keluarga Usman) tahun 699 H setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat
diperluasnya. Dia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota
Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota
kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan 1326 M
kerajaan Turki Usmani dapat meenaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M,
Thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Galli poli (1356
M). Daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan
Usmani.[11]
Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M)
selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke
benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrionopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan
seluruh wilayah bagian Utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi
kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah bessar
pasukan Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipimpin
oleh Sijisman , raaja Honggaria. Namun Sultan Bayazid 1 dapat mengahancurkan
pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut.[12]
Sultan Bayazid naik tahta tahun 1389 dan
mendapat gelar Yaldirin dan Yaldrum, yang berarti kilat karena terkenal dengan
serangan-serangannya yang cepat terhadap lawannya. Ia menaklukkan
wilayah-wilayah yang belum ditundukkan oleh para pendahulunya. Di masanya
terjadi perang besar antara pasukan Usmani dengan ntentara sekutu Eropa.bayazid
tidak gentar mengahdapi pasukan sekutu di bawah anjuran Paus dan bahkan
menghancurkan pasukan salib.[13]
Ekspansi kerajaan Usmani sempta terhenti
beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang
dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi
di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan. Bayazid
bersama puteranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M. Kekalahan
Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turrki Usmani.
Penguasa-penguasa Seljuq di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki
Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan.
Dalam pada itu putera Bayazid saling berebut kekuasaan. Suasana buruk ini baru
berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan Muhammad
berusaha keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan dan kekuasaan
seperti sediakala.[14]
2. Periode
Kedua
Periode
ini ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai
ekspansinya yang terbesar. Sultan-sultannya adalah: [15]
a. Muhammad
I (Putera Bayazid I) 1403-1421
b. Murad
II (Putera Muhammad I) 1421-1451
c. Muhammad
II Fatih (Putera Murad II) 1451-1481
d. Bayazid
II (Putera Muhammad II) 1481-1512
e. Salim
I (Putera Bayazid II) 1512-1520
f. Sulaiman
I Qanuni (Putera Salim I) 1520-1566
Setelah
Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol dipecah dan
dibagi-bagi kepada putera-peteranya yang satu sama lain saling berselisih.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk melepaskan diri.
Namun pada saat ittu juga terjadi perselisihan antara putera-putera Bayazid (Muhammad,
Isa, dan Sulaiman). Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya
Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudarnya. Usaha Muhammad yang pertama
kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan
dalam negeri.[16]Muhammad
baru diakui seluruh wilayah Usman setelah berjuang kurang lebih sepuluh tahun.
Ia mempunyai strategi yang berbeda untuk menghadapi semua lawannya.ia membuat
perjanjian damai dengan raja-raja Eropa dan menaklukkan wilayah-wilayah yang
menentang satu demi satu. Akirnya wilayah Usman dapat disatukan satu demi satu.
Integrasi wilayah ini tampaknya mengejutkan Eropa karena mereka sama sekali
tidak menduga bahwa Usman akan bangkit kembali karena sudah berantakan akibat
serangan Timur Lenk. Sultan meninggal tahun 1421 M dan digantikan oleh putranya
Murad II.
Sultan
Muran II naik tahta ketika beliau berumur muda sehingga tidak dihiraukan oleh
raja-raja Eropa. Banyak tantangan yang dia hadapi. Yang paling penting adalah
bersatunya pasukan Eropa di bawah komando negeri Honggaria dengan Huynade
sebagai pemimpinnya. Serangan-serangan terhadap dunia Islam membuahkan
kemenangan, yang memaksa Murad II untuk berdamai dengan mereka. Perdamaian
dengan sumpah di bawah kitab suci masing-masing agama itu Injil dan al-Qur’an
dikhanati oleh pihak Kristen. Mereka bernafsu menyerang kembali Usman tanpa
menghiraukan perjanjian yang telah dibuat belum lama berselang. Sultan Murad
yang semula mengundurkan diri dari panggung politik bangkit keembali guna
menghadapi penghinatan itu. Akhirnya dengan semangat yang tinggi dan serangan
yang dahsyat pasukan Huynade dapat dilumpuhkan dan ia lari ke Eropa. Sultan
Murad II meninggal setelah itu, pada tahun 1451 M, dan digantikan oeh putranya,
Muhammad II.[17]
Sultan
Muhammad II naik tahta pada tahun 1451 M dengan mewarisi kerajaan yang luas. Ia
terkenal dengan nama Al-Fatih, sang penakluk atau pembuka, karena pada masanya
Konstantinopel sebagai ibu kota Bizantium berabad-abad lamanya dapat
ditundukkan. Hal itu terjadi pada tahu 1453 M. Pasukan Usmani memblokade kota
berbenteng kat itu dari segala penjuru yang akhirnya kota itu dapat
ditaklukkan. Gereja Aya Sophia yang terkenal itu diubah menjadi mesjid dan
kebebasan beragama dijamin. Ibu kota Usmani dipindahkan ke kota itu dari
Edirne.[18]
Telah berulang kali pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha menaklukkan
Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng di kota tua itu.
Dengan terbukannya kota Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat
keerajaan Bizanthium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki Usmani ke benua
Eropa. Dan wilayah Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki Usmani.
Karena ekspansi Turki Usmani juga dilakukan ke wilayah ini bahkan sampai ke
pintu gerbang kota Wina, Austria.[19]
Sultan
Muhammad mengembangkan wilayahnya lebih lanjut setelah penaklukan yang
dinanti-nanti oleh umat Islam. Sultan meninggal tahun 1481 dan diganti oleh
putranya Bayazid II.
Berbeda bengan ayahnya Bayazid II lebih memnetingkan kehidupan
tasawuf daripada perang di medan laga. Kelemahannyaa di bidang pemerintahan
yang cenderung berdamai dengan musuh mengakibatkan Sultan itu tidak begitu
ditaati oleh rakyatnya, termasuk putera-puteranya. Bahkan terjadi perselisihan
yang panjang antara mereka. Akhirnya Sultan Bayazid II mengundurkan diri dari
pemerintahan tahun 1512 dan digantikan oleh puteranya Salim I.
Berbeda dengan ayahnya Sultan Salim I memiliki kemampuan
memerintah dan memimpin peperangan. Maka pada saat pemerintahannya wilayah
Usman bertambah luas hingga menembus Afrika Utara. Syria dapat ditaklukan dan
Mesir yangg diperintah oleh kam Mamalik ditundukkan pada tahun 1517 M. Gelar
khalifah yang disandang oleh al-Mutawakkil ‘ala Allah, salah seorang keturunan
Bani Abbas yang selamat daris serangan bangsa Mongol 1235 M dan pada saat itu
yang berada di bawah proteksi Mamluk, diambil alih oleh Sultan. Dengan demikian
sejak masa Sultan Salim para sultaan Usmani menyandang juga gelar khalifah.
Walaupun sangat sebentar sekali berkuasa Sultan Salim sangat berjasa
membentangkan wilayahnya hingga mencapai Afrika Utara, suatu hal yang belum
pernah dilakukan oleh para pendahulunya. Ia meninggal tahun 1520 dan digantikan
oleh anaknya Sulaiman I. [20]
Pada masa Sultan Sulaiman I ini terjadilah zaman keemasan bagi
kerajaan Turki Usmani. Wilayahnya mencapai kawasan yang luas, meliputi daratan
Eropa hingga Austria, Mesir dan Afrika Utara
hingga Aljazair dan Asia hingga ke Persia. Serta meliputi lautan Hindia,
laut Arabia, laut Merah, Lut Tengah dan Laut Hitam. Ia menyebut dirinya sebagai
Sultan dari segala Sultan, raja diraja,
pemberi anugrah mahkota bagi raja-raja dan bayang-bayang Allah di muka
bumi. Ia membuat dan memberlakukan Undang-undang di wilayahnya sehingga ia
disebut al-Qanuni, pembuat Undang-undang. Orang Barat menyebutnya sebagai
Sulaiman yang agung, The Magnificinet. Ia wafat taahun 1566 dan digantikan oleh
putranya Salim II. Di masa anaknya inilah mulai tampak kemunduran kerajaan
Usmani sedikit demi sedikit.
3. Periode
Ketiga
Periode
ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya, sampai
lepasnya Hungaria. Namun kemunduran segera terjadi. Dalam masa kemunduran Turki
Usmani setelah Sulaiman terdapat beberapa Sultan yang berkuasa berturut-turut
sebagai berikut: [21]
a. Salim
II (Putera Sulaiman I) 1566-1573
b. Murad
III (Putera Salim II) 1573-1596
c. Muhammad
III (Putera Murad III) 1596-1603
d. Ahmad
I (Putera Muhammad III) 1603-1617
e. Mustafa
I (Putera Ahmad I) 1617-1618
f. Usman
II (Putera Ahmad I) 1618-1622
g. Mustafa
I (Yang kedua kalinya) 1622-1623
h. Murad
IV (Putera Ahmad I) 1623-1640
i. Ibrahim
I (Putera Ahmad I) 1640-1648
j. Muhammad
IV (Putera Ibrahim I) 1648-1687
k. Sulaiman
III (Putera Ibrahim I) 1687-1691
l. Ahmad
II (Putera Ibrahim I) 1691-1695
m. Mustafa
II (Putera Muhammad IV) 1695-1703
Pada
akhir kerajaan Sulaiman I kerajaan Usmani berada di tengah-tengah dua kekuatan
Monarki Austria di Eropa dan keerajaan Shafawi di Asia. Selama periode ini
Usmani mencapai kemenangan dibeberapa negara di Eropa. Di Asia sistem Feodal
memungkinkan munculnya penguasa-penguasa lokal yang diberi gelar pasya. Mereka
ditemukan diperbatasa Persia dan Kurdistan, dan juga di Syria. Melemahnya
kerajaan Usmani pada awal periode ini sebagian besar disebabkan oleh alasan
domestik. Selama abad ke-16 sudah tampak bahwa Usmani hanya bisa bertahan
dengan perang yang terus menerus, sekarang keadaan itu harus disesuaikan dengan
kondisi aman. Pengganti Sulaiman tidak sesuai dengan tuntutan kondisi itu.
Sultan Muhammad II, Usman II, dan Muhammad IV sering menyertai pasukan dalam
ekspedisi, tetapi Murad IV adalah Sultan terakhir yang mempertahankan tradisi
ghazi. Jadi para sultan selanjutnya kurang terlibat langsung dalam administrasi
negara sekalipun mereka tetap dikelilingi oleh tradisi kebesaran.
Namun
ini tidak menyelamatkan pembunuhan Usman II pada tahun 1628 dan pemakzulan
Ibrahim pada tahun 1648 dan Muhammad IV pada tahun 1688. Bahkan para penguasa
dan jendral memainkan peran lebih penting dalam pemerintahan, seperti Mehmed
Saqoli Pasya di bawah Salim II, Sinan Pasya di bawah Muhammad II, Murad Pasya
dan Khalil Pasya di bawah Ahmad I dan Usman II. Di samping itu beberapa
kelompok lain bersaing dalam mengatur negara, seperti korps Janissari, Sipahi,
lingkaran istana dan ulama’ dengan instuisinya syaikh al-islam. Murad IV adalah
satu-satunya sultan yang sanggup menekan pengaruh kelompok-kelompok itu. Ia
bahkan berhasil meningkatkan kekuatan militer baru, Segban, berasama-sama
Janissari. Sekalipun terdapat gejolak keagamaan dari sebagian masyarakat
melawan orang-oarangg kristen, para negarawan itu menunjukkan sikap yang sangat
toleran.
Ada
pemberontakan agama yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah di Asia Kecil,
dan ini menunjukkan bahwa tradisi keagamaan lama abad ke-13 dan ke-14 tidak
seluruhnya lenyap. Pada tahun 1599 muncul gerakan Qara Yaziji dan Urfa, pada
tahun 1606 pemberontakan Qalender Oghlu di Sharukhan, yang sempat beberapa
tahun menguasai wilayah yang luas di Anatolia Barat, sampai dihancurkan oleh
Murad Pasya; pada tahun 1623-1628 terjadi pemberontakan Abaza yang melawan
Janissari. Di Anatolia timur ada gerakan pemisahan diri di bawah seorang Kurdi
bernama Janbulat di Syiria Utara.[22]
4. Periode
Keempat
Periode
ini ditandai dengan secara berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan
pecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah. Sultan-sultannya adalah
sebagai berikut: [23]
a. Ahmad
III (Putera Muhammad IV) 1703-1730
b. Mahmud
I (Putera Mustafa II) 1730-1754
c. Usman
III (Putera Mustafa II) 1754-1757
d. Mustafa
III (Putera Ahmad III) 1757-1774
e. Abdul
Hamid (Putera Ahmad III) 1774-1788
f. Salim
III (Putera Mustafa III) 1789-1807
g. Mustafa
IV (Putera Abd. Al-Hamid I) 1807-1808
h. Mahmud
II (Putera Abd. Al-Hamid II) 1808-1839
Selama
abad ke-18 tanda-tanda kemunduran kerajaan Turki semakin tampak. Sebab-seba
kemunduran itu terdapat dalam kondisi politik. Dampak masa transisi dari
penaklukan ke masa damai dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan asing, seperti
Austria dan Rusia. Sistem administari tetap sama selama periode ini. Dalam
hampir semua bidang otoritas pemerintah pusat kehilangan pengaruhnya. Pada awal
abad ke-18 hal ini belum begitu tampak. Konstantinopel masih merupakan ibukota
yang cemerlang di mana istana Ahmad III memberikan contoh sebuah kehidupan yang
mewah . pada periode ini pula terjadi perkembangan literatur yang pesat diluar
lingkaran ulama’. Kelas baru sastrawan muncul yang menjadi cikal bakal lahirnya
kelas menengah intelektual yang bermula pada awal abad ke-19. Demikian juga
lahir pelukis-pelukis baru sejak tahun 1727. Kelas baru dari fungsionaris ini
adalah budak-budak sultan. Hanya di bawah Muhammad II posisi mereka diatur
dengan cara yang lebih liberal.dalam situasi pemerintahan itu Janissari dan
Sipahi yang disisplin mereka sekarang mengedor beberapa kali memberontak.
Pemberontaka Janissari yang dipimpin oleh Patrona Khalil pada tahun 1730 yang
menyebabkan hilangnya tahta Ahmad III, tampaknya lebih ditujkan untuk melawan
aristokrasi baru itu.
Setelah
Ahmad III kehidupan di istana menjadi lebih tenang. Kelas penguasa dan para
sultan mulai menyadari kelemahan kerajaan dan berusaha mengatasinya dengan cara
memperkenalkan pembaharuan militer. Salim III melaksanakan pembaharuan militer,
tetapi sangat sedikit yang mendukungnya. Intitisi pasukan baru yang menyebabkan
pemberonrakan Janissari yang didukung oleh para ulam’. Mahmud II akhirnya
mempertimangkan reformasi yang lebih terencana. Ia akhirnya mengambil
kesimpulan bahwa tidak ada jalan lain dalam melaksanakan pembaharuan selain
melakukan pembunuhan massal terhadap Janissari, tindakan itu benar-baenar
terjadi di Konstantinopel pada 16 Juni 1826.[24]
Pada
saat yang sama tarekat Bektassyyiyah ditindas. Lemahnya kerajaan pusat telah
menjadi karakterr kerajaan Usmani pada abad ke-18. Aljazair, Tunisia, dan
Tripoli diperintah oleh para Bey secara turun-temurun. Mesir diambil alih oleh
Ali Bey. Di Anattholia pada tahun 1739 ada pemberontakan yang berbahaya dari
Syari Beg Oghlu. Di Mesopotamia dan Iraq kondisinya juga demikian. Di syiria
kaum Druze memiliki amirnya sendiri dan daerah pantai dikuasai oleh Jazzar
Pasya dari Akka.
5. Periode
Kelima
Periode
ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administratif dari negara di bawah
pengaruh ide-ide barat. Sultan-sultanya adalah: [25]
a. Abdul
Majid I (Putera Mahmuud II) 1839-1861
b. Abdul
Aziz (Putera Mahmud II) 1861-1876
c. Murad
V (Putera Abd. Majid I) 1876-1876
d. Abdul
Hamid II (Putera Abd. Majid I) 1876-1909
e. Muhammad
V (Putera Abd. Majid I) 1909-1918
f. Muhammad
IV (Putera Abd. Majid I) 1918-1922
g. Abdul
Majid II (1922-1924), hanya bergelar khalifah, tanpa sultan yang akhirnya
diturunkan pula dari jabata khalifah. Turki Usmani di hapus oleh Kemal Attarurk
dan Turki menjadi negara nasiona Republik Turki.
Pada
periode ini muncul gerakan pembaharuan yang kurang lebih merupak aplikasi dari
Tanzimat. Namun demikian tantangan Barat terus berlanjut sehingga secara
bertahap wilayah Usmani semakin berkurang. Pada tahun 1865 Turki kehilangan
Serbia, dan dua kerajaan kecil di Danube. Pada tahun 1878 Serbia, Montonegro
dan Rumania lepas dari Usmani, sedang Bulgaria menjadi semiindependen. Di
kawasa Caucasia Turki kehilangan Qars dan Batum. Inggris mencaplok Cyprus dan
Mesir. Burgaria merdeka dan Bosnia dan Herzegovina diambil oleh Austria.
Kemudian Tripoli jatuh ketangan Italia.
Selama
abad ke-19 hubungan Turki dengan Persia berjalan baik. Namun, karena
keterlibatan Turki dalam perang Dunia menyebabkan kehilangan beberapa wilayah
di Asia. Konstantinopel sendiri diduduki oleh pasukan sekutu. Kemunduran
politik ini pada akhirnya mengentarkan turunnya sultan Muhammad VI pada tahun
1922 dan kemudian hilangnya kerajaan Usmani.[26]
C. Peradaban
Islam di Turki
Sejak masa Usman
bin Ertaghrol yang dianggap pembina pertama kerajaan Turki Usmani ini dengan
nama imperium Ottoman timbullah kemajuan dalam berbagai bidang agama Islam.
Turki membawa pengaruh cukup baik dalam bidang ekspansi agama Islam ke Eropa.
1. Bidang
Pemerintahan dan Militer
Para
pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat
sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun
demikian, kemajuan kerajaan Usmani hingga mencapai masa keemasannya itu bukan
semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor
lain yang mendukung keberhasilan tersebut.[27]
Untuk
pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan
teratur ketika terjadi kontak senjat dengan Eropa. Ketika itu pasukan tempur
yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi
tempur Usmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun tidak lama setelah
kemenangan tercapai, kekuatan mliter yang besar ini dilanda kekisruhan.
Kesadaran perajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin
yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi
oleh Orkhan dengan jalan megadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh
militer.
Perbaharuan
dalam tubuh orginisasi militer oleh Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutassi
personil-personil pemimpin, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan.
Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota dan dibimbing dalam suasana
Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan
terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari dan
Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin
perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam
penaklukan negara-negara non-muslim.[28]
Di
samping Jenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim
kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau militer Thaujjah.
Angkatan lautpun dibenahi, karena ia memiliki peranan yang besar dalam
perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani
mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh itu
dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat luas, baik di Asia, Afrika,
maupun Eropa.
Keberhasilan
ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintah yang
teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Usmani
senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai
penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana mentri) yang
membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya
terdapat beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati). Untuk mengatur
urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitan
undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang
menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi
pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung
namannya ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni.
Kemajuan
dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa Dinasti Turki Usmani
menjadi sebuah negara yang cukup disegani pada masa kejayaannya.[29]
2. Bidang
Ilmu Pengetahuan
Peradaban
Turki Usmani merupaka perpaduan bermacam-macam peradaban, diantaranya adalah
peradaban Persia, mereka banyak mengambil pelajaran-pelajaran tentang etika dan
tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemilitera
banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan ajaran tentang perinsip-perinsip
ekonomi, sosial kemasyarakatan dan keilmuan mereka terima dari orang-orang
Turki Usmani yang terkenal sbagai bangsa yang senang dan mudah berasimilasi
dengan bangsa asing utnuk menerima kebudayaan luar.[30]
Sebagai
bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan
mereka dalam bidang kkemiliteran sementara dalam bidang ilmu pengetahuan,
mereka kelihatan tidak begitu menonjol. Karena itulah dalam khazanah
intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuan terkemuka dari Turki Usmani.[31]
3. Bidang
kebudayaan
Dinasti
Usmani di Turki telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban yang cukup
maju. Pada zaman kemajuannya. Dalam bidang kebudayaan Turki Usmani banyak
muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18.
Antara lain abad ke-17, muncul penyair yanitu Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’
bekerja untuk Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang
mendapat tempat di hati para Sultan.
Di antara penulis yang membawa pengaruh Persia
ke dalam istana Usmani adalah Yusuf Nabi (1642-1721 M), ia muncul sebagai juru
tulis bagi Musahif Mstafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu-ilmu agama.
Dalam bidang sastra prosa Kerajaan Usmani melahirkan dua tokoh terkemuka yaitu
Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari smeua penulis adalah Mustafa
bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi dan Haji Halife (1609-1657 M).
Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf Az-Zunun fi Asmai
Al-Kutub wa Al-Funun. Selain itu terdapat salah seorang penyair yang paling terkenal
adalah Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan Galip Dede atau Syah Galip
(1757-1799 M).adapun di bidang seni arsitektur Islam pengaruh Turki sangat
dominan, misalnya bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti mesjid
Al-Muhammadi atau Majid Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman,
dan masjid Aya Sophia yang berasal dari sebuah gereja.[32]
Pada
masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun mesjid,
sekolah, rumah sakit, gedung maka, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian
umum. Disebutkan bahwa 235 buah bangunan di bawah koordinator Sinan, seorang
arsitek asal Anatolia.[33]
4. Bidang
Keagamaan
Agama
dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial
dan politk. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan
sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang
berlaku. Karena itu ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam
kerajaan dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi,
berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi
masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan bisa tidak
berjalan.
Pada
masa Turki Usmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling
berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak
dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh
yang amat dominan di kalangan tentara Jenissari, sehingga mereka sering disebut
tentara Bektasyi. Sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para
penguasa dalam mengimbangi Jenissari Bektasyi.[34]
Kajian
mengenai ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh
dikatakan tiak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih
cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab
lainnya. Sultan Abdul Hamid misalnya, begitu fanatik terhadap aliran
Al-Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritikan
aliran lain. Sultan memerintah kepada Syaik Husein Al-Jisr Ath-Tharablusi
menulis kitab Al-Hunus Al-Hamidiyah, yang mengupas tentang masalah ilmu kalam,
untuk melestarikan lairan yang dianutnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu agama
dan fanatik yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya menulis
buku dalam bentuk syarah dan hasyiyah terhadap karya-karya klasik.[35]
Bagaimanapun
kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah
kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya
lebih banyak ditujuka ke Eropa Timur yang belum masuk ke dalam wilayah
kekuasaan dan agama islam. Akan tetapi karena dalam bidang peradaban dan
kebudayaan kecuali dalam hal-hal yang bersifat fisik pekembangannya jauh di
bawah kemajuan politik, maka bukan saja negeri-negeri yang sudah ditaklukan
itu, akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya
tidak banyak yang memeluk agama Islam.[36]
D. Kemunduran
Turki Usmani
Setelah Sultan
Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani memulai memasuki fase
kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat,
kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Suliaman Al-Qanuni digan ti oleh
Sultan Salim II. Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut
kerajaan Usmani dengan armada laut kristen yang terdiri dari angkatan lau
Spanyol, Bundukia, Sri Paus dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpn
oleh Don Juan dari Spanyol.
Pertempuran ini
terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami
kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut musuh. Baru pada masa sultan
berikutnya Sultan Murad III, Tunisia dapat direbut kembali.[37]
Pada masa Sultan Murad III (1574-1595) Kerajaan Usmani pernah berhasil menyerbu
Kaukasia dan menguasai Tiflis di laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tibris,
ibu kota kerajaan Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri
Polandia dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.
Namun karena
kehidupan moral Sultan yang kurang baik menyebabkan timbulnya kekacauan dalam
negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh para sultan yang lemah
seperti Sultan Muhammad III, dalam siatuasi yang kurang baik itu, Austria
berhasil memukul kerajaan Usmani.
Sesudah Sultan
Ahmad I (1603-1617 M) situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I. Karena
gejolak politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh Al-Islam,
mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II.
Pengganti Sultan
Mustafa III adalah Sultan Abdul Hamid seorang Sultan yang lemah. Pada masa
Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine II dari Rusia yang diberi
nama perjanjian Kinarja, isinya yaitu kerajaan Usmani harus menyerahkan
benteng-benteng yang berada di laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada
armada Rusia untuk melintas selat yang menghubungkan Laut Hitam dan laut puith,
dan kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman.[38]
Demikianlah
proses kemunduran yang terjadi di kerajaan Usmani selama dua abad lebih setelah
ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Tidak ada tanda-tanda membaik sampai abad
ke 19 M. Oleh karena itu satu persatu negeri-negeri di Eropa yang pernah
dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-negeri Eropa yang
memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak terhadap kekuasaan kerajaan
Usmani, tetapi juga beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak.[39]
Banyak faktor
yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran, diantaranya adalah:[40]
1. Wilayah
kekuasaan yang sangat luas, administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang
amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administari pemerintahan
kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain para penguasa sangat berambisi
menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus
menerus dengan berbagai bangsa, hal ni tentu menyedot potensi yang seharusnya
dapat digunakan untuk membangun negara,
2. Heterogenitas
penduduk, sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang amat
luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia.
Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika, dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia,
Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Wilayah yang luas itu didiami oleh
penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat.
Untuk mengatur penduduk yang beragam dan tersebar di wilayah yang luas itu,
diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang teratur.
3. Kelemahan
para penguasa, sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Usmani diperintah
oleh sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadian terutama dalam
kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak
pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi semakin
perah.
4. Budaya
Pungli (korupsi), pungli merupakan
perbuatan yang sudah umum terjadi dalam kerajaan Usmani, setiap jabata yang
hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang
berhak memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya buday Pungli ini
mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin
rapuh.
5. Pemberontakan
tentara Jenissari, kemajuan ekspansi kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh
kuatnya tentara Jenissari, dengan demikian dapat dibayangkan bagaimana kalau
tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak empat
kali.
6. Merosotnya
ekonomi, akibat perang yang tak pernah berhenti pereekonomian negara merosot.
Pendapatan berkurang sementara belanja negara sangat besar untuk biaya perang.
7. Terjadinya
Stagnasi dalam lapanagan Ilmu dan Teknologi, kerajaan Usmani kurang berhasil
dalam mengembangkan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan penegmbangan
kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan
teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh
dari Eropa yang lebih maju.
Karena
faktor-faktor tersebut, Turki Usmani menjadi lemah dan kemudian mengalami
kemunduran dalam berbagai bidang. Pada periode selanjutnya di masa modern,
kelemahan kerajaan Usmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan
menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.[41]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan pada penyusunan makalah ini yaitu:
1. Dinasti
Usmani di Turki merupakan kerajaan Islam yang berkuasa cukup lama hampir 7 abad
lamanya (1290-1924 M) dan merupakan kerajaan besar, kerajaan Usmani didirikan
oleh Usman I Putra Ertohul bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mula-mula
mendiami daerah Mongol dan daerah utara Cina
2. Dalam
sekian lama kekuasaannya sekitar 165 tahun berkuasa tidak kurang dari tiga
puluh delapan sultan, yang sejarah kekuasaan mereka bisa di bagi menjadi lima
periode.
3. Dinasti
Turki mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang ekspansi
atau perluasan agama islam, dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan, dalam
segi budaya, sastra dan arsitek bangunan, dalam bidang keagamaan, sedangakan
dalam bidang ilmu pengetahuan tidak mengalami kemajuan yang berarti
4. Turki
Usmani mengalami masa kemunduran yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu wilayah
kekuasaan yang sangat luas, heterogenitas penduduk, kelemahan para penguasa,
budaya pungli (korupsi), pemberontakan
tentara jenissari, merosotnya ekonomi, dan terjadinya stagnasi dalam lapanagan
ilmu dan teknologi.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penyusun. Penyusun menerima saran dan kritik yang
bersifat membangun dan dapat lebih menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir.
2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Mughni, Syafiq A..
1997. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Logos.
Yatim, Badri. 2001. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
[1]Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 193.
[2]Ibid., h. 194
[3]Syafiq A.
Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam,
cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 51.
[4]Ibid., h. 52
[5]Badri Yatim, Sejarah Peradaba Islam, Ed. 1, Cet. 12,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 130.
[6]Syafiq A.
Mughni, Op . Cit., h. 52.
[7]Badri Yatim, Op.
Cit., h. 130.
[8]Syafiq A.
Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam,
cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 53.
[9]Ibid., h. 53.
[10]Ibid., h. 54.
[11]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 131.
[12]Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 196.
[13]Syafiq A.
Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam,
cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 55.
[14]Badri Yatim,
Loc. Cit., h. 131.
[15]Syafiq A.
Mughni, op. Cit., h. 58.
[16]Badri Yatim,
Loc. Cit., h. 132.
[17]Syafiq A. Mughni,
Loc. Cit., h. 58-59.
[18]Ibid., h. 59.
[19]Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 196.
[20]Syafiq A.
Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam,
cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 59.
[21]Ibid., h. 60.
[22]Ibid., h. 62
[23]Ibid., h. 63.
[24]Ibid., h. 64-65.
[25]Ibid., h. 66.
[26]Ibid., h.67.
[27]Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 200.
[28]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 134.
[29]Samsul Munir
Amin, Op. Cit.,h. 201.
[30]Ibid., h. 202.
[31]Badri Yatim, op.
Cit., h. 136.
[32]Samsul Munir
Amin, Op. Cit.,h. 202.
[33]Badri Yatim, Op.
Cit., h. 136.
[34]Ibid., h. 136.
[35]Samsul Munir
Amin, Op. Cit., h. 204.
[36]Badri Yatim, Op.
Cit., h. 137-138.
[38]Ibid., h. 206.
[39]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 166.
[40]Ibid., h. 167.
[41]Samsul Munir
Amin, op.cit., h. 209.
Assalamu'alaiykum Warahmatullahi Wabarakatuh izin coppas ya terimakasih :)
BalasHapusSaya suka Negara Turki. Thx ya infonya..keren artikelnya nih.
BalasHapushttp://cbs-bogor.net/
Assalamu'alaikum izin copy ya :)
BalasHapusterima kasih ya... ngebantu banget
BalasHapusNew Jersey casino accepting players from New - DRMCD
BalasHapusCasino in 제천 출장마사지 New 영주 출장마사지 Jersey 경상남도 출장안마 has 목포 출장마사지 officially started accepting players from New Jersey 구미 출장샵 from December 20, “We are proud of the efforts Rating: 4 · Review by Dr